Tanah gambut atau sering disebut sebagai tanah organosol merupakan tumpukan bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman yang sudah melapuk, dan terjadi dalam jangka waktu yang lama dan selalu tergenang (rawa). Penguraian bahan organiknya dilakukan oleh bakteri aerob dan sangat dipengaruhi oleh sifat vegetasi asal, iklim, topografi dan sifat kimia.
Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian.
Berdasarkan taksonomi tanah komprehensif USDA tahun 1975, tanah gambut masuk ke dalam ordo tanah. Ordo histosol memiliki empat subordo, yaitu fibrik, folik, hemik, dan saprik.
Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Secara kimiawi gambut bereaksi masam (pH di bawah 4). Gambut dangkal pH lebih tinggi (4,0-5,1), gambut dalam (3,1-3,9). Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N yang tinggi. Kandungan unsur mikro khususnya Cu, B dan Zn sangat rendah.
Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut.
Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian.
Berdasarkan taksonomi tanah komprehensif USDA tahun 1975, tanah gambut masuk ke dalam ordo tanah. Ordo histosol memiliki empat subordo, yaitu fibrik, folik, hemik, dan saprik.
- Histosol fibrik merupakan tanah gambut (organik) yang sangat sedikit atau baru mulai terdekomposisi. Tanah ini tersusun atas beragaman vegetasi, cenderung memiliki kerapatan dan kandungan endapan yang rendah serta memiliki kapasitas menahan air yang tinggi.
- Histosol folik merupakan tanah organik yang tergenang dan sudah mulai terdekomposisi.
- Histosol hemik merupakan tanah organik yang sudah mengalami dekomposisi sebagian.
- Histosol saprik merupakan tanah organik yang telah mengalami dekomposisi sempurna. Tanah ini memiliki kerapatan yang relatif tinggi dan memiliki kapasitas menahan air yang rendah. Histosol jenis fibrik dan hemik akan melapuk menjadi saprik jika digenangi air.
Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Secara kimiawi gambut bereaksi masam (pH di bawah 4). Gambut dangkal pH lebih tinggi (4,0-5,1), gambut dalam (3,1-3,9). Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N yang tinggi. Kandungan unsur mikro khususnya Cu, B dan Zn sangat rendah.
Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar